Oleh : Muklis,SH
Medialintastimurnews.com — Polemik pengangkatan gelar adat di Lampung, khususnya dalam konteks Pilkada 2024 di Lampung Timur, mengungkapkan kompleksitas hubungan antara tradisi, identitas, dan politik.
Kasus Lampung Pepadun yang mencuat belakangan ini menjadi sorotan, bukan hanya karena potensi dampaknya terhadap calon yang diangkat, tetapi juga karena cara berita disajikan oleh
media yang tampaknya tidak berimbang.
Gelar adat memiliki makna mendalam dalam masyarakat Lampung, melambangkan penghormatan, legitimasi, dan identitas.
Namun, saya menyayangkan ketika gelar ini diangkat ke ranah politik, pertanyaan saya adalah: sejauh mana gelar ini masih mencerminkan nilai-nilai yang seharusnya dipegang teguh oleh masyarakat?
Dalam hal ini, saya berharap, tokoh yang diangkat sebagai kontestan Pilkada harus bersiap menghadapi tantangan terhadap legitimasi yang diperoleh dari gelar tersebut, terutama jika hal ini tidak diterima dengan baik oleh pihak lain yang merasa diabaikan.
Saya juga menyoroti, kesalahan wartawan dalam menyajikan berita dengan tidak mencakup sudut pandang kedua belah pihak menimbulkan pertanyaan besar tentang etika jurnalistik dan tanggung jawab media.
Media seharusnya berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan berbagai perspektif, bukan sebagai pihak yang memperkeruh suasana.
Ketika media gagal menjembatani diskusi dengan adil, ini hanya akan memperburuk polarisasi di masyarakat.
Dalam era di mana informasi beredar begitu cepat, penting bagi kita untuk mengevaluasi ulang bagaimana kita mengonsumsi berita dan membentuk opini.
Kepentingan masyarakat harus diutamakan, di mana setiap suku, setiap suara, memiliki hak untuk didengar dan dihargai.
Mari kita dorong dialog yang konstruktif dan saling menghormati, agar setiap tokoh, terlepas dari latar belakang adat maupun politiknya, dapat berkontribusi pada pembangunan yang inklusif di Lampung Timur.
Dengan berbagi cerita yang berbeda, kita mungkin bisa menemukan jalan tengah yang menghormati tradisi dan tetap membuka ruang bagi kemajuan bersama. Saatnya bagi generasi muda untuk mengambil peran dalam merespons tantangan ini dan berusaha membangun jembatan, bukan tembok, antara berbagai kelompok yang ada.
Hanya dengan cara itu, kita bisa memastikan bahwa tradisi dan modernitas berjalan beriringan menuju masa depan yang lebih baik.(R*)
Penulis: Muklis, SH.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Lampung Timur