Lampung Timur (MediaLT) — Patut diduga oknum kepala sekolah di salahsatu SMA di kecamtan Sekampung,Lampung Timur,melakukan pungutan kepada Wali murid dengan modus sumbangan wali murid melalui Komite Sekolah.
Hal tersebut disampiakan tokoh masyatakat A,zzohirri ZA.SP mantan ketua PWI dua priode anggota DPRD Lampung Timur priode 2014-2019.
“Wali murid yang dipungut paksa itu ratusan jumlahnya bukan lagi perorangan.Saya mengharapkan APH dan Dinas Pendidikan Provinsi Lampung Menindak lanjuti Oknum Kepala Sekolah SMA di Sekampung yang dengan terang-terang melakukan pungli mengatas namakan Pendidikan dan memanfaatkan jabatan menabrak aturan Presiden dan aturan Mentri Pendidikan”,tegas pria yang akrap disapa Ayah Heri ini.(09/10/24)
Lebih lanjut Ayah Heri berani berkomentar karena selama dua bulan terakhir ini banyak menerima keluhan beberapa Wali Murid sekolah, terkait usaha mereka untuk pemenuhan kebutuhan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, kegiatan OSIS, biaya lomba, dan biaya-biaya lainnya yang tidak dibiayai pemerintah/pemda.
” Salah satu sekolah yang melakukan penarikan adalah SMA Negeri 2 Sekampung. Dalam konsultasi tersebut saya memberikan masukan sesuai dengan aturan yang berlaku bahwa ada beberapa poin-poin penting yang wajib diperhatikan Kepala Sekolah dalam melakukan penggalangan dana berdasarkan ketentuan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku”,tambahnya.
Meninjau lebih jauh tentang usaha pemenuhan kebutuhan dana oleh sekolah, bahwa menurut Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah yang ditetapkan dan diundangkan pada 30 Desember 2016, Komite Sekolah boleh melakukan penggalangan dana. Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan. Penggalangan dana tersebut dilakukan hanya untuk mendukung peningkatan mutu layanan pendidikan di sekolah dengan asas gotong royong. Hal yang dilarang adalah jika penggalangan dana dilakukan berupa pungutan. Permendikbud tersebut sangat jelas bahwa Komite Sekolah tidak boleh mengambil atau melakukan pungutan pada murid, orang tua dan/atau wali murid.
Lebih lanjut di Pasal 10 ayat (2) disebutkan, bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud, berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan berbentuk pungutan. Lalu apa yang menjadi perbedaan antara bantuan, sumbangan dan pungutan? Bantuan Pendidikan merupakan pemberian berupa uang/barang/jasa oleh pemangku kepentingan satuan pendidikan di luar peserta didik atau orang tua/walinya, dengan syarat yang disepakati para pihak. Sedangkan sumbangan pendidikan adalah pemberian berupa uang/barang/jasa oleh peserta didik, orang tua/walinya, baik perseorangan maupun bersama-sama masyarakat atau lembaga secara sukarela, dan tidak mengikat satuan pendidikan.
Sumbangan memang bisa diminta dari orang tua/wali murid, tetapi itu pun sifatnya sukarela, tidak untuk seluruh orang tua. Adapun perbedaan mendasar antara bantuan dan sumbangan adalah pertama, bantuan “boleh” dilakukan apabila “disepakati” dan sifatnya mengikat para pihak, sedangkan sumbangan sifatnya “sukarela” dan “tidak mengikat” satuan pendidikan. Kedua, subjek yang memberikan dana bantuan dilakukan oleh pemangku kepentingan di luar peserta didik dan/atau orang tuanya seperti badan atau perusahaan, sedangkan sumbangan dapat dilakukan siapa saja.
Dalam penerimaan dana berupa bantuan dan sumbangan, hal yang penting diperhatikan adalah dana tidak boleh bersumber dari perusahaan rokok dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan dan/atau warna yang dapat asosialisasikan sebagai ciri khas perusahaan rokok, perusahaan minuman beralkohol dan/atau lembaga yang menggunakan merek dagang, logo, semboyan dan/atau warna yang dapat asosialisasikan sebagai ciri khas perusahaan minuman beralkohol, dan partai politik.
Lalu bagaimana yang katanya sumbangan bisa menjadi pungutan? Apabila sumbangan tersebut diwajibkan untuk seluruh siswa dan/atau orang tua. Pungutan pendidikan adalah penarikan uang oleh sekolah kepada peserta didik, orang tua/walinya yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan. Pada Pasal 1 ayat (2) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, juga dijelaskan bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Secara singkat, pungutan dan sumbangan memiliki perbedaan. Pungutan memiliki ciri-ciri, yakni bersumber dari peserta didik atau orang tua/wali murid, bersifat wajib dan mengikat, ditentukan jumlah, dan ditentukan waktu. Sedangkan sumbangan memiliki ciri-ciri, yaitu bersumber dari peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya, bersifat sukarela, tidak memaksa, dan tidak mengikat, tidak ditentukan jumlah/bebas, dan tidak ada jangka waktu.
Lalu apakah sekolah bisa melakukan pungutan? Menurut Pasal 6 poin (1), pembiayaan pendidikan dengan melakukan pungutan hanya dibolehkan untuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat/daerah tidak diperkenankan untuk menarik pungutan. Hanya boleh menerima sumbangan dari masyarakat, sepanjang dia memenuhi kriteria untuk disebut sebagai sumbangan, yakni bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya oleh satuan pendidikan.
Setiap penggalangan dana yang dilakukan oleh sekolah juga harus melalui persetujuan komite sekolah dan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada pemangku kepentingan terutama orang tua/wali siswa, komite sekolah, dan penyelenggara satuan pendidikan. Setiap sumbangan yang diperoleh dari masyarakat kemudian dibukukan di rekening bersama antara komite sekolah dan sekolah, dan tidak boleh digunakan untuk kesejahteraan anggota komite sekolah atau pemangku kepentingan satuan pendidikan, baik langsung maupun tidak langsung. Dana tersebut nantinya dapat digunakan untuk pembiayaan kegiatan terkait peningkatan mutu sekolah yang tidak dianggarkan dan pengembangan sarana prasarana.
Walaupun sumbangan diperbolehkan, namun tidak otomatis semuanya dibebankan ke orang tua/wali. Sekolah dalam hal ini harus memiliki rencana anggaran/kerja tahunan yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Selain membuat rencana kerja tahunan, sekolah juga wajib membahasnya bersama dengan komite sekolah. Rencana kerja dan anggaran yang dibutuhkan harus diketahui dan disetujui oleh pejabat berwenang, yakni Dinas Pendidikan. Sebelum kegiatan pengalangan dana dilakukan juga perlu sosialisasi terhadap siswa, dan/atau orang tua.
Padahal Kementrian Pendidikan mengeluarkan Surat Edaran perihal Pemberitahuan tentang Larangan Pungutan di Sekolah, yang pada intinya mengingatkan kembali beberapa hal, pertama, dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun di satuan pendidikan, seperti dana OSIS, dana pramuka, dana ekstrakurikuler, dana komite. Kedua, apabila satuan pendidikan melaksanakan, maka harus berpedoman pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 75 Tahun 2020 tentang Komite Sekolah, yang bersifat sumbangan sukarela berdasarkan program kerja dari komite sekolah. Dan ketiga, apabila sekolah melaksanakan hal-hal yang dilarang oleh peraturan perundangan yang berlaku, maka Dinas Pendidikan akan memberikan tindakan tegas baik secara administrasi maupun secara hukum.
“Walau sudah ada aturan yang melarang untuk dilakukan pungutan, namun masih ada saja oknum-oknum yang menyalahgunakan peluang sumbangan sebagaimana dengan ketentuan di atas. Keluhan yang diterima dari orangtua murid di sekolah SMAN 2 Sekampung Lampung Timur, tentang anak murid yang sekolah disuruh untuk meminta sumbangan ke orang tua/walinya, namun ditentukan minimal Rp.2.000.000,00. (Duajuta Rupiah),Kalau ada minimal itu bukan sumbangan, tetapi pungutan. Berbagai modus dan celah yang dilakukan para oknum untuk melakukan pungutan berkedok sumbangan. Pungutan dikemas sedemikian rupa agar terlihat seperti sumbangan, namun di dalamnya ada syarat minimal jumlah, ada sanksi jika tidak membayar maka siswa tidak bisa ujian, dan masih banyak sanksi lainnya”,pungkasnya.
Seperti yang diduga di Lakukan Oknum Kepala Sekolah SMAN 2 Sekampung ini. Mewajibkan walimurid membayar Komite secara langsung mengatur keuangan yang terkumpul tanpa menerimah apa masukan/kemauan Komite dan walimurid, akibat tindakan Oknum Kepala Sekolah pada tanggal 8 Oktobe 2024 Ketua Komite Mengundurkan diri dari Ketua.
Kepala Sekolah ketika Pertanyakan via HP berlagak sombong, dan hanya sibuk merekam tanpa pebicaraan tanpa menanggepi apa yang dipertanyakan.
Menurut keterangan Ketua komite tidak tau apa-apa mengenai keuangan pungutan tersebut, semua yang mengatur Kepala Sekolah.(JON)