Lampung Timur(MediaLT) — Ahmad Ulinuha sebagai ahli waris Hi. Mustofa melakukan klarifikasi bahwa tanah untuk lokasi rencana pembangunan (Renbang) pondok pesantren (Ponpes) tersebut bukan wakaf atau hibah.
Melainkan tanah tersebut diperoleh oleh Hi. Mustofa orangtuanya dengan cara membeli dari Hi. Sa’id yang dibuktikan dengan akta jual beli (AJB) dan telah ditingkatkan menjadi sertifikat hak milik (SHM).

“Saya klarifikasi dari masyarakat yang mungkin dengar-dengar, waktu saya di pondok dulu, bapak saya beli tanah itu, akte jual belinya ada, (harga) lupa dan (luas) sekitar setengah hektar,” kata Ahmad Ulinuha ditempatnya bertugas di Kantor KUA Sukadana pada, 17 Juni 2025 sekitar jam 09.30 WIB.
Dari AJB kemudian ditingkatkannya menjadi SHM ketika terdapat pelaksanan kegiatan program nasional agraria (PRONA) pensertifikatan tanah di Desa Pasar Sukadana sekitar tahun 2015 lalu.
“Waktu prona saya daftarkan karena bentuknya jual beli bukan hibah dari pak Sa’id, makanya lolos, kalau itu hibah atau wakaf nggak lolos, jadi kalau tiba-tiba bahasanya berubah menjadi wakaf dari pak Sa’id nggak bener,” terang Ulinuha panggilan keseharian Ahmad Ulinuha.
Saat dilakukan proses negosiasi dan transaksi jual beli tanah antara Hi. Sa’id sebagai pemilik tanah dengan Hi. Mustofa sebagai pembeli Ahmad Ulinuha tak mengetahui kronologi secara rinci dan detail.
“Jadi waktu transaksi saya memang tidak tau, setau saya sebagai ahli waris itu aktenya akte jual beli, ya setaunya saya begitu aja, kronologinya secara detail saya tidak tau intinya begitu, saya patokannya surat seperti itu aja kalau saya,” jelas pegawai pencatat nikah (PPN) Kantor Urusan Agama (KUA) Sukadana tersebut.
Berhubung butuh uang dan merasa berhak atas tanah lokasi Ponpes tersebut maka ia menjadikan tanah tersebut sebagai jaminan atas pinjaman uang alias gadai.
“Ya saya perlu uang, karena itu hak milik saya sebagai ahli waris, nggak ada yang lain, karena saya lagi kesulitan secara ekonomi,” urainya.
Seingatnya, yang menjadi saksi peralihan tanah lokasi pondok pesantren tersebut bernama Tumino (almarhum) Kepala Dusun 002 Desa Pasar Sukadana.
“Dulu itu kalau nggak salah diantara saksinya pak Tumino mantan Kadus, saya baca AJB, kalau yang lain saya nggak tahu, juga nggak pernah buka-buka berkas,” paparnya.
Diperkirakan transaksi jual beli tanah lokasi Ponpes tersebut pada sekitar tahun 1997 silam pada saat Ahmad Ulinuha kelas 2 SMA sehingga tidak tau kronologi yang sebenarnya.
“Perkiraan saya beli (tanah) itu saya SMA kelas 2 tahun 97 saya masih di Jawa, saya pulang dari Jawa tahun 2007, masuk ke Sukadana tahun 2011, jadi saya tidak tau kronologinya,” lanjutnya.
Alasan Ahmad Ulinuha ahli waris bahwa Hi. Mustofa Pewaris tak pernah bercerita, merahasiakan tentang renbang Ponpes kepadanya selama 27 tahun sejak 1997 hingga Hi. Mustofa meninggal dunia setahunan lalu.
“Bapak cuma bilang begini, dia (Hi. Sa’id) itu kawan bapak, bapak tidak cerita apa-apa, jadi seperti itu ceritanya kalau dari versi saya,” alasan pak penghulu itu yang disinyalir tidak sesuai dengan logika sederhana dan pikiran cerdas.
Kasilan tokoh masyarakat setempat hanya sebatas mengetahui tanah 5,000 meter tersebut dibeli oleh Haji Mustofa seharga Rp.37,5 juta untuk lokasi Ponpes setelah Ahmad Ulinuha anaknya pulang dari Singapura, perihal lainnya tidak tau.
“Tanah itu setengah hektar dibeli 37,5 juta 2 kali bayar, rencananya untuk pondok, sekarang dipegang anaknya yang kerja di KUA, prosesnya kami nggak tau, masalahnya kami perantara pak Sa’id dan Mustofa, saya sama pak Bayan, pak Fendi, berunding, nego, bayar,” kata Kasilan.
Kepala Dusun 002 Desa Pasar Sukadana, Tumino diminta mencari tanah seluas 1 hektar, sesuai rencananya tanah itu akan dijadikan lokasi pembangunan Ponpes sepulang Ahmad Ulinuha dari Pondok Pesantren di Singapura.
“Pak Bayan Tumi yang ngurus, dimana cari tanah sekitar satu hektar rencananya untuk Pondok kalau anaknya pulang dari Singapur namanya Ulin itu masih di pondok,” jelas tokoh masyarakat itu.
“Tapi kalau kemungkinan dari Singapur terus nikah wallahualam jadi apa nggak, masalah selanjutnya kami orang nggak tau urusan keluarga bapak Ulin sama Ulinnya, apa ceritanya nggak tau,” urainya.
“Yang penting urusan aku dengan pak Sa’id dan pak Mustofa udah kelar ya udah nggak ada urusan lagi mau digadein, mau dijual mau di apa-apain saya nggak tau,” paparnya.
“Dulu rencana pak Mustofa (beli tanah) untuk Pondok memang benar setelah Ulin pulang dari Singapur, ternyata pulang dari Singapur berunding rupanya dia melamar gadis duluan,” terangnya.
Hi. Mustofa disarankan oleh Kasilan agar membeli tanah untuk lokasi Ponpes yang terletak disekitar lingkungan madrasah ibtidaiyah negeri (MIN) 2 Lampung Timur.
“Bahkan saya sarankan beli tanah di samping MIN, (Kata Mustofa) nggak ada duit, saya (lagi) mikirin Ulin mau melamar gadis, melamar sekaligus rame-rame atau melamar aja, bilangnya nggak tau, abis itu nggak ada urusan sampe sekarang,” ungkapnya.
Ia juga mendengar apabila tanah lokasi Ponpes tersebut telah digadaikan oleh Ahmad Ulinuha kepada Latif warga Dusun Ponorogo Desa Sukadana Ilir Kecamatan Sukadana sebesar Rp.40 juta.
“Saya dengar juga digadein sama orang Ponorogo, itu urusan dia, hak anak sama hak bapak, statusnya bagaimana saya nggak tau urusan,” tutup Kasilan.
Selain disaksikan oleh Kasilan, Efendi (alm) Tumino (alm) Kepala Dusun, pembelian tanah itu juga disaksikan oleh Gito. Tapi menurut Gito hanya dirinya yang belum diberi uang saksi oleh Hi. Mustofa.
“Saya tau tanah itu tadinya untuk pondok tapi sampe sekarang nggak ada pondok, kalau bukan untuk pondok mungkin nggak dikasih sama pak Sa’id,” kata Gito pada, 25 Juni 2025.
“Saya yang belum dikasih uang rokok sama bapaknya pak Ulin, kalau pak Kasilan sama pak Tumino udah dikasih, katanya untuk kamu nanti,” keluhnya.(RK)