Lampung Timur(MediaLT) — Nazar Hi. Mustofa akan membangun Pondok Pesantren di Dusun Sido Mulyo Desa Pasar Sukadana belum terpenuhi sejak tahun 1997 sampai Hi. Mustofa meninggal dunia sekitar setahun lalu.
Sementara tanah yang akan dijadikan lokasi pembangunan Pondok Pesantren telah digadaikan oleh Ahmad Ulinuha sebagai ahli waris, ketika Hi. Mustofa selaku Pewaris masih hidup bahkan sampai saat ini.

Menyikapi perihal tersebut, Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Sukadana, Retno Setiawan mengatakan bahwa nazar adalah janji yang wajib dipenuhi, apabila tidak maka berdosa.
“Kita bicara nazar dalam Islam, nazar itu sesuatu yang diucapkan oleh seseorang semacam janji. Saya bicara nazar secara umum, sesuatu yang baik dan wajib ditepati, kalau tidak ditepati itu dosa,” tegas Retno Setiawan diruang kerjanya pada Kamis, 3 Juli 2025 jam 11.00 WIB.
Apalagi nazar untuk melaksanakan pembangunan pondok pesantren benar-benar diucapkan oleh Hi. Mustofa tahun 1997 silam yang diucapkan dihadapan Hi. Sa’id pemilik tanah.
“Intinya, kalau nazar itu wajib ditepati kalau itu benar-benar yang diucapkan almarhum dulu pada tahun 97. Yang jelas masalah nazar seperti itu yang saya tau, kalau tidak dilaksanakan berdosa,” tutur Kepala KUA Sukadana tersebut.
Mendengar sosok penggadai tanah lokasi Ponpes adalah Ahmad Ulinuha Pegawai Pencatat Nikah (PPN) KUA Sukadana sebagai bawahannya, Retno selaku atasan seakan tak percaya.
Untuk itu, pihaknya akan menindaklanjuti dengan melakukan koordinasi bersama Kepala Desa Pasar Sukadana, Delly Solthoni tujuan mencari solusi terbaik.
“Ulin (PPN KUA Sukadana) kita yang bapak ceritakan tadi, karena saya sudah tau berita ini ada baiknya saya koordinasi dengan Kepala Desa, sebisa mungkin kita cari solusi yang terbaik,” cetusnya.
Dilain pihak, Kepala Dusun Sido Mulyo Desa Pasar Sukadana, Panca berkata sehubungan tanah itu akan dijadikan oleh Hi. Mustofa lokasi pembangunan pesantren maka dijual oleh Hi. Sa’id dengan harga murah.
“Itukan jual beli peruntukan buat pondok harga dibawah (murah) masyarakat tau, RT Supardi juga tau, waktu itu masih jamannya Tumino (alm),” kata Panca melalui handphone pada Kamis, 3 Juli 2025 pukul 13.51 WIB.
Sebenarnya, Ahmad Ulinuha mengetahui tanah tersebut untuk lokasi pesantren sebab ia juga turut hadir bersama Hi. Mustofa orangtuanya saat transaksi dengan Hi. Sa’id pemilik tanah.
“Kalau nggak salah yang datang ke tempat pak Sa’id itu orang 5, ayah (Kasilan), Sairin karena pakai mobilnya, Ulinuha, pokoknya orang 5 (Efendi, Tumijo dan Sugito,” terang Kepala Dusun Sido Mulyo atas nama Pemerintahan Desa Pasar Sukadana itu.
Bahkan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas tanah seluas 5,000 meter lokasi pesantren itu dibayar oleh Hi. Sa’id sebab belum dilakukan pemecahan sertifikat.
Sehingga, sertifikat hak milik (SHM) yang dibuat oleh Ahmad Ulinuha melalui program nasional agraria (PRONA) Desa Pasar Sukadana pada tahun 2015 lalu terindikasi cacat hukum.
“Dan selama ini masih pak Sa’id yang bayar pajak, dia (Hi. Mustofa/ Ahmad Ulinuha) nggak pernah bayar pajak karena masih jadi satu (SHM) suratnya,” jelasnya.
Seluruh masyarakat Dusun Sido Mulyo berharap agar rencana pembangunan pondok pesantren dapat direalisasikan.
“Harapan masyarakat kalau bisa jadi pondok, karena masyarakat banyak yang tau dan denger mau dibangun pondok,” sambung Panca.
Sebab bukan hanya Hi. Mustofa saja yang berencana, akan tetapi Hi. Sa’id juga bercita-cita ingin membangun pondok pesantren.
“Karena begitu cita-citanya pak Sa’id juga mau bikin pondok, karena mau dibikin pondok ya sudah (tanahnya dijual harga murah) nggak apa-apa,” pungkasnya.
(Ropian Kunang)